Ha, datang membawa sinar baru.
Dan mengenal dirimu adalah suatu yang baru.
Zaman memang berusia tua.
Aku pun turut dimakan olehnya.
Di sini aku berkisah kekasihku.
Di sana kau berceloteh kekasihmu.
Tak ada cemburu? itu pasti kebohongan.
Namun kita tak pernah putus.
Aku ikuti kemana arah angin meniupmu.
Dan kau selusuri kemana jejak menyembunyikan aku.
Dari beragam rupa.
Dari dinding-dinding dingin.
Dari ribuan malam yang selalu membuntuti.
Wajahmu tetap di jajaran atas.
Dan pada di sudut malam yang kesekian kali.
Aku merindukan semua dirimu.
Kaca pun muncul membantu lukiskan bayanganmu.
Ya, aku dan kaca. Memang ada sepi, namun ada kamu..
Kita bukan pujangga. Tak ada kalimat puitis.
Semua kata terlontar begitu saja.
Berserakan di antara dua samudera.
Jua Para angin yang menjemput sebuah rasa.
Rasa beraksara..’CINTA”..
Tiap musim kita bercengkrama.
Dan menempel di kulit bumi.
Ibarat kamu yang selalu punya ‘Sticker’ di hatiku.
Laut memang pernah tak mampu aku arungi.
Namun ada musim yang kuasa aku nyanyikan untuk dirimu.
Dan kamu selalu memberi ‘Label’ pada nada-nada untaianku.
Benar angin bisa menyapu debu.
Tapi Angin tak pernah bisa menghapus kenangan.
Langit pernah berujar pada Bumi, “Ini pertanda harapan masih tergenggam”.
Dan aku hanya tertawa..HaHaHa..
Ya tertawa saja, takut bila harapan itu menjadi lenyap
Dan aku jadi bersedih karena kehilangan itu semua.
Hemm, sepuluh tahun.
Coba kamu hitung, apa benar jumlah angkanya.
Sepuluh tahun bukan waktu yang sedikit.
Di awali jurusan salah satu kota di Papua,
Lalu berpindah ke mata-mata yang sipit,
kemudian, berakhir di negeri dimana mimpi menjadi kenyataan.
Sayang, orang lain belum tentu mengerti jurusan-jurusan kita.
Itu semua landasan yang kita lalui.
Detik ini, aku ingat kembali landasan-landasan itu.
Dan sudah pasti, semuanya bergambar dirimu.
Terkadang diriku hadir di lintasan-lintasan itu bersamamu.
Terkadang ada gurat kebahagiaan. Terkadang ada sirat kesedihan.
Tapi bukankah begitu, hidup adalah campuran nyawa bahagia dan kesedihan.
Menyayangi dirimu adalah kebahagiaan.
Dan Kehilangan dirimu adalah kesedihan.
Aku memang belum benar-benar kehilanganmu,
Tapi aku berada di pertengahan garis.
Dan ujung garis tersebut terbagi dua jalur.
Apakah aku harus terus berjalan hingga ke ujung?
Bila aku sampai disana, jalur mana yang harus aku ikuti?
Ha, masihkah matahari terbit di garis derajat yang sama?
JIka Ia, masihkah tumpukan-tumpukan rasa itu mengendap di hatimu
Ah, aku tersenyum padamu dari segala penjuru
Sumpah aku tak tahu harus bagaimana..
Bisa tidak ya tujuh penjuru menyampaikan kerisauan dan penyesalan aku ini kepadamu?
Oh, bagaimana jika purnama malam ini saja, mengatakan,”Aku masih merindukan dan menanti “.
Semoga pesan-pesanku terbaca dan sampai di penglihatanmu…
Ya..Ya..Kusebarkan saja pamflet cinta ini pada bumi..
Berharap sepuluh tahun itu kita hentikan di tahun ini juga,
Bagaimana Ha, kita matikan saja masa untuk tahun-tahun selanjutnya,
Mari kita bertemu di satu titik..
—Tulisan inii Terinspirasi dari WS Rendra “Pamflet Cinta”—