Selamat pagi Beib. Aku ingin selalu mengucapkan selamat pagi ini untukmu kapan saja. Bisa di siang hari, sore, malam atau bila kita tidak sedang bertemu sekalipun. Pagi, kamu tahu Beib? Aku selalu suka dengan pagi. Di pagi hari semua warna, makhluk hidup, alam, bahkan benda mati, semua mengeluarkan sinar keaslian sendiri. Dan aku ingin menyapamu dengan memberikan lahir dan batinku apa adanya. Walau aku tahu, aku tidak sempurna, tapi beginilah aku. Terserah Beib, kamu mau terima atau tidak. Tentu, aku mengharapkan My Beib mampu merasakan aura, rasa, tubuh dan prilaku yang aku persembahkan.
Beib, kecuplah keningku setelah aku menuturkan ‘Selamat pagi’ kepadamu. Jika aku tidak ada di hadapanmu, bayangkanlah udara itu adalah keningku, Beib. Dan bagaimana bila kau telat bangun pagi dan baru merangkak di siang hari? Lihatlah ke langit biru, Beib. Ia masih memancarkan biru, bukan? Biru, warna kesukaanmu, Beib. Tidak usah jauh berpikir untuk ke pantai-hembuskan angin sepoi-mencium aroma ombak-dan mendekap rona biru laut. Singkirkan dulu, terik matahari yang menganggumu, Beib. Coba Beib menggeledah langit untuk mencari keningku. Pasti Beib temukan, karena kau selalu mengantung biru di sakumu, Beib.
Apabila kau terjebak waktu di pagi dan siang, maka terima saja rayuan senja di bumi. Telusuri secara melompat di tiap gradasi senja. Aku akan ada di sana menantimu dan mungkin bukan kening saja yang ku berikan, tapi juga kedua mata ini. Kedua mata yang selalu memandang keseluruhan pagi bersama biru dan juga saat kau merintih akan biru. Jendela mata milikku sudi menerima segala bentuk birumu, Beib, apapun itu ia bergejolak. Bibirmu akan membawa nuansa kian roman, karena aku sudah kuasa melukiskan-bagaimana sentuhan bibirmu nanti terdampar di kening dan kedua mataku, Beib. Beib, kau masih mendengarkan aku? Pasang terus telepatimu, ya Beib!
Nah, Apa kabar dengan siempunya malam, Beib? Sebegitu larutkah kau kecup aku hingga rembulan terang meninggi? Ada apa dengan pagi, siang dan senja, Beib? Kau mungkin tidak pernah naik kereta, namun naiklah sesekali. Lihat gerak lintasannya. Cepat, Beib! Begitu juga hidup. Hidup selalu bergerak cepat. Jika kereta punya tempat asal dan tujuan lokasi, ia hanya akan berlari dari asal sampai tempat tujuan saja, kemudian ia berhenti. Tidak dengan hidup, ia akan terus menerobos lokasi, bahkan waktu, tanpa mengenal cuaca atau badai sekalipun. Kecepatan pergerakan hidup jauh lebih cepat dibandingkan kereta. Dan malam selalu terasa cepat bagi orang yang terlelap.
Masih paragraph mengenai malam, Beib. Dongakkan kepalamu ke atas langit, pilih satu bintang yang bertebaran di sana. Di satu bintang, aku duduk manis menunggu dekap erat hangat darimu, Beib. Untuk malam, aku beri pengecualian. Beib, boleh mengecup kening, kedua mata, hidung, kedua pipi dan bibir. Bahkan buat bibir, Beib boleh mencium tiga kali atau berkali-kali. Tapi aku tidak mau kau bosan mengecup aku, Beib! Seandainya Beib rindu padaku, berjalanlah menuju teras rumah dan kecuplah angin malam. Anggap ia adalah seluruh bentuk wajahku dan bebaskan hatimu untuk menubruk segala bentuk di parasku. Bila bibirmu sudah mendarat di keningku, hiruplah aku bagai wewangian segar di pagi hari. Karena aku mencintai pagi, Beib! Hilangkan kehadiran malam biar segelap apapun, tetapi munculkan kedatangan pagi di ufuk malam. Malam yang akan bekerja sama dengan pagi, mengurai segala ingatan, kerinduan, cinta dan kasih sayang ini.
Beib, pagi itu ialah suatu langkah awal untuk kaki melangkah meraungi hari ini dan juga hari-hari esok selanjutnya. Pagi selalu datang penuh senyuman gemilang, juga menyenangkan. Seperti rupamu yang menyenangkan, Beib. Pagi terisi segala rencana-rencana. Aku punya rencana di pagi ini; menulis kata batin di hati. Apakah kamu punya rencana di pagi ini? Masalah akan terwujud atau tidak, serahkan saja pada alam semesta, sebab ia akan menjulurkan tangan-tangannya, mengiring langkahmu. Aku tahu apa mimpi-mimpimu, Beib. Aku juga tahu harapan-harapanmu. Ayo, bisikan di pagi hari seraya tak lupa menabrak wajahku di gulungan udara atau angin sang pagi.
Beib, jika ketepatan telepatimu masih berfungsi, carilah aku di pagi hari. Biar siang, senja atau malam, anggap saja semua itu adalah pagi
Dedicated to: Para Beib sedunia..
Pernah Dimuat di kompas.com May 2011
Minggu, 31 Juli 2011
"Dua Mata yang Berpaut"
Ketika laut berserah diri
Di saat itulah mereka mencari persembunyian
Untuk mata bertemu mata
Di balik pijaran lampu semesta
Dua dua berpadu menjadi satu
Nafas saling tertukar
Detak jantung saling terdengar
Aroma saling tercium
Alasannya,
Dua mata yang berpaut
Yang sulit dihindari,
Yang menghujani asmara,
Namun, begitu cepat di ranjang
Dan mengapa itu disebut ‘Dosa’..
Dan tetap Dosa itu terulang
Berkali-kali..
Saat laut telah malas di kelambunya
Di saat itulah mereka mencari persembunyian
Untuk mata bertemu mata
Di balik pijaran lampu semesta
Dua dua berpadu menjadi satu
Nafas saling tertukar
Detak jantung saling terdengar
Aroma saling tercium
Alasannya,
Dua mata yang berpaut
Yang sulit dihindari,
Yang menghujani asmara,
Namun, begitu cepat di ranjang
Dan mengapa itu disebut ‘Dosa’..
Dan tetap Dosa itu terulang
Berkali-kali..
Saat laut telah malas di kelambunya
Jumat, 29 Juli 2011
"Pada Suatu Ketika"-English Version
"On One Occasion"
Sound
What's That noise
Infiltrate inaudible
Looks
Look who it is
Dropping a smile breaks down
Closer to the body windows
The wind blew open the curtains
Greet without the vocals, let alone letters
Grab the attention of women behind the glass
Bow head
Put right hand on the chest
invites floating in the air
In the twilight emit orange
Women like a burst spell,
Opened the door
Smell is delicate hands
Brought walk in space
Prince blue cloak
Say, "Allow me to break the silence in your Atma,
Women did not answer, but invite the heart
On One Occasion,
Foreign seed expands into the fruit of love
On One Occasion,
Collection of overlapping sense universal
On One Occasion,
Prince and the women compete in bodies-netting silk ventured
On One Occasion,
Realized The Prince was ghoib
And On One Occasion,
Blazed,"Amor should be cut-off between two different beings of the universe"
Prince and Women
Running and hiding behind dashing The Merapi.
They cried. Frames of their bodies scattered.
Fret will only be grains of material. Ill.
Air-tightness of asthma.
Coughing. Fluttering smarting.
Yes, Merapi-pressed to deny the anger Ruler pledge.
Why no love, if only to bring cracked ..
One in the body of Yin. One in Yang body.
One that contains evil.
One containing Virtue.
One not only one but worldwide.
And On One Occasion,
No thought, the blend of their love,
Born the child, babies who filled the combined black and white.
Black and white can be changed.
White could be anything.
There is a beginning and there is an end.
Similarly, LOVE. Time racing and crashing.
They were finally slowly senile. The Merapi spiritual journey where the spill Prince and Women.
Of love, begins sweetly, shaking in the middle, then love it regardless.
And ends with love as well
Prince and women to spread love in the fields Merapi.
There aridity. There are fertility. There are a variety of flavors and deeds.
Wrong Merapi throw it at one time? After all, everything still ends LOVE
Yin exists because Yan and Yan has the power to remove Yin.
Come and back, just like that.
Not willing to put together their Creators.
Time allowed to take root spread, So that they get the best LOVE.
Ya, On One occasion,
Love appears,
then impregnates life ,
love gone,
leaving a baby named "Love" that will grow " Mature".
Note:
-Merapi is Merapi Mountain in centre of Java (Volcanic mountain)
-Atma = Soul
Sound
What's That noise
Infiltrate inaudible
Looks
Look who it is
Dropping a smile breaks down
Closer to the body windows
The wind blew open the curtains
Greet without the vocals, let alone letters
Grab the attention of women behind the glass
Bow head
Put right hand on the chest
invites floating in the air
In the twilight emit orange
Women like a burst spell,
Opened the door
Smell is delicate hands
Brought walk in space
Prince blue cloak
Say, "Allow me to break the silence in your Atma,
Women did not answer, but invite the heart
On One Occasion,
Foreign seed expands into the fruit of love
On One Occasion,
Collection of overlapping sense universal
On One Occasion,
Prince and the women compete in bodies-netting silk ventured
On One Occasion,
Realized The Prince was ghoib
And On One Occasion,
Blazed,"Amor should be cut-off between two different beings of the universe"
Prince and Women
Running and hiding behind dashing The Merapi.
They cried. Frames of their bodies scattered.
Fret will only be grains of material. Ill.
Air-tightness of asthma.
Coughing. Fluttering smarting.
Yes, Merapi-pressed to deny the anger Ruler pledge.
Why no love, if only to bring cracked ..
One in the body of Yin. One in Yang body.
One that contains evil.
One containing Virtue.
One not only one but worldwide.
And On One Occasion,
No thought, the blend of their love,
Born the child, babies who filled the combined black and white.
Black and white can be changed.
White could be anything.
There is a beginning and there is an end.
Similarly, LOVE. Time racing and crashing.
They were finally slowly senile. The Merapi spiritual journey where the spill Prince and Women.
Of love, begins sweetly, shaking in the middle, then love it regardless.
And ends with love as well
Prince and women to spread love in the fields Merapi.
There aridity. There are fertility. There are a variety of flavors and deeds.
Wrong Merapi throw it at one time? After all, everything still ends LOVE
Yin exists because Yan and Yan has the power to remove Yin.
Come and back, just like that.
Not willing to put together their Creators.
Time allowed to take root spread, So that they get the best LOVE.
Ya, On One occasion,
Love appears,
then impregnates life ,
love gone,
leaving a baby named "Love" that will grow " Mature".
Note:
-Merapi is Merapi Mountain in centre of Java (Volcanic mountain)
-Atma = Soul
"Pertemuan terakhir"
Bilamana hati kita pernah bertemu
menyusun puzzle secepat itu
Katamu,”Ini mudah”
Ya, seperti pertemuan kita yang mudah
Kemudian, muncul permainan baru
Berulang-ulang kita bersaing
Katamu,”Ini sulit”
Ya, tapi tak seperti perpisahan kita
Awalnya begitu mudah
Diakhiri juga begitu mudah
Namun, kita nakal
Atau saling merindukan
Karena kita berturut-turut berjalan bersama lagi
Cinta itu sudah tidak ada
Tapi masih membekas di raga
Dan tidak sekali, kau memanggilku “Sayang”
Mulutmu terserempet kebiasaan lalu
Itu wajar…
Semalam kita berdua pun
Seakan rindu bergandengan
Walau kita saling sadar
Cinta ini tak bisa dihadirkan lagi
Bagaimana jika malam ini aku cetuskan sebagai pertemuan terakhir?
Karena semakin lama kita berjalan berdua, semakin muncul rasa perih di dada
Ya, pertemuan akhir sebelum melangkah ke bulan Ramadhan
Dan bagaimana jika kita berjumpa lagi setelah Idul Fitri?
Ach, isulit untuk menjawabnya
Karena bersamamu adalah hal yang selalu menggoda aku
Setidaknya saat ini, semalam kita jadikan saja pertemuan terakhir
Untuk selanjutnya, biar hati dan waktu berbicara
#Puisi di kala ngak bisa tidur, akibatnya puisi ini caurrrrr
menyusun puzzle secepat itu
Katamu,”Ini mudah”
Ya, seperti pertemuan kita yang mudah
Kemudian, muncul permainan baru
Berulang-ulang kita bersaing
Katamu,”Ini sulit”
Ya, tapi tak seperti perpisahan kita
Awalnya begitu mudah
Diakhiri juga begitu mudah
Namun, kita nakal
Atau saling merindukan
Karena kita berturut-turut berjalan bersama lagi
Cinta itu sudah tidak ada
Tapi masih membekas di raga
Dan tidak sekali, kau memanggilku “Sayang”
Mulutmu terserempet kebiasaan lalu
Itu wajar…
Semalam kita berdua pun
Seakan rindu bergandengan
Walau kita saling sadar
Cinta ini tak bisa dihadirkan lagi
Bagaimana jika malam ini aku cetuskan sebagai pertemuan terakhir?
Karena semakin lama kita berjalan berdua, semakin muncul rasa perih di dada
Ya, pertemuan akhir sebelum melangkah ke bulan Ramadhan
Dan bagaimana jika kita berjumpa lagi setelah Idul Fitri?
Ach, isulit untuk menjawabnya
Karena bersamamu adalah hal yang selalu menggoda aku
Setidaknya saat ini, semalam kita jadikan saja pertemuan terakhir
Untuk selanjutnya, biar hati dan waktu berbicara
#Puisi di kala ngak bisa tidur, akibatnya puisi ini caurrrrr
Kamis, 28 Juli 2011
"Pada Suatu Ketika"
Suara
Suara apa itu
Menyusup tak terdengar
Rupa,
Rupa siapa itu
Menjatuhkan senyum terurai
Mendekati tubuh jendela
Meniup angin membuka tirai
Menyapa tanpa vokal, apalagi aksara
Merebut perhatian perempuan di balik kaca
Menundukan kepala
Meletakan Tangan kanan di dada
Mengajak melayang di udara
Di kala senja memancarkan oranye
Perempuan bagai
Tersembur mantra,
Terbukalah pintu,
Terkecuplah tangan halus
Terbawalah berjalan di angkasa
Pangeran Jubah biru
Berucap, "Ijinkanlah Aku memecahkan kesunyian di atma-mu".
Perempuan tak menjawab, namun hati mempersilahkannya.
Pada suatu ketika...
Sebenih asing mengembang jadi buah cinta
Pada suatu ketika...
Kumpulan bertumpuk rasa membuana
Pada suatu ketika...
Pangeran dan perempuan beradu raga-berkelana dalam kelambu sutra
Pada suatu ketika...
Tersadar Sang Pangeran hanyalah Ghoib
Dan Pada suatu ketika,
Tercetus,"Asmara harus diputuskan antara dua makhluk berbeda semesta".
Pangeran dan Perempuan
Berlari dan bersembunyi di balik gagahnya Sang Merapi
Mereka menangis. Rangka-rangka tubuh mereka tercerai-berai.
Resah akan hanya menjadi butir-butir material.
Sakit. Ber-asma sesak. Membatuk. Menggelinjang perih.
Ya, Merapi mengingkari ikrar-terdesak amarah Penguasa.
Buat apa ada cinta, bila hanya membawa keretakkan...
Satu di tubuh Yin. Satu di tubuh Yan.
Satu yang mengandung kebatilan.
Satu yang mengandung Kebajikan.
Satu tak hanya satu tapi sedunia.
Dan Pada suatu ketika,
Tak menyangka,
Perpaduan cinta mereka,
Terlahir Sang bocah,
Bayi yang terisi gabungan hitam dan putih.
Hitam bisa berubah putih.
Putih bisa menjadi apa saja.
Ada suatu awal dan ada suatu akhir.
Begitu pula CINTA.
Waktu berkejaran dan terhempas.
Mereka pun akhirnya pelan-pelan pikun.
Merapilah tempat tumpahan perjalanan roh Pangeran dan Perempuan.
Dari cinta, bermula manis, berguncang di tengah, lalu cinta itu terlepas.
Dan diakhiri oleh CiNTA juga.
Pangeran dan Perempuan menebar cinta di ladang merapi.
Ada kegersangan. Ada kesuburan. Ada bermacam-macam rasa dan perbuatan.
Salahkah Merapi membuangnya pada suatu ketika?
Toh segalanya tetap berakhir CINTA.
Yin ada karena Yan dan Yan kuasa menghapus YIn.
Datang dan kembali, begitu saja.
Pencipta tak rela mereka disatukan.
Waktu dibiarkan berakar menjalar,
Agar mereka mendapatkan CINTA terbaiknya.
Ya, Pada suatu ketika..
Cinta muncul,
Kemudian menghamili kehidupan,
Cinta pergi,
Menyisakan Bayi bernama "Cinta" yang akan tumbuh "dewasa"...
Terinspirasi judul Lagu "Pada suatu ketika" Sujiwo Tedjo
Suara apa itu
Menyusup tak terdengar
Rupa,
Rupa siapa itu
Menjatuhkan senyum terurai
Mendekati tubuh jendela
Meniup angin membuka tirai
Menyapa tanpa vokal, apalagi aksara
Merebut perhatian perempuan di balik kaca
Menundukan kepala
Meletakan Tangan kanan di dada
Mengajak melayang di udara
Di kala senja memancarkan oranye
Perempuan bagai
Tersembur mantra,
Terbukalah pintu,
Terkecuplah tangan halus
Terbawalah berjalan di angkasa
Pangeran Jubah biru
Berucap, "Ijinkanlah Aku memecahkan kesunyian di atma-mu".
Perempuan tak menjawab, namun hati mempersilahkannya.
Pada suatu ketika...
Sebenih asing mengembang jadi buah cinta
Pada suatu ketika...
Kumpulan bertumpuk rasa membuana
Pada suatu ketika...
Pangeran dan perempuan beradu raga-berkelana dalam kelambu sutra
Pada suatu ketika...
Tersadar Sang Pangeran hanyalah Ghoib
Dan Pada suatu ketika,
Tercetus,"Asmara harus diputuskan antara dua makhluk berbeda semesta".
Pangeran dan Perempuan
Berlari dan bersembunyi di balik gagahnya Sang Merapi
Mereka menangis. Rangka-rangka tubuh mereka tercerai-berai.
Resah akan hanya menjadi butir-butir material.
Sakit. Ber-asma sesak. Membatuk. Menggelinjang perih.
Ya, Merapi mengingkari ikrar-terdesak amarah Penguasa.
Buat apa ada cinta, bila hanya membawa keretakkan...
Satu di tubuh Yin. Satu di tubuh Yan.
Satu yang mengandung kebatilan.
Satu yang mengandung Kebajikan.
Satu tak hanya satu tapi sedunia.
Dan Pada suatu ketika,
Tak menyangka,
Perpaduan cinta mereka,
Terlahir Sang bocah,
Bayi yang terisi gabungan hitam dan putih.
Hitam bisa berubah putih.
Putih bisa menjadi apa saja.
Ada suatu awal dan ada suatu akhir.
Begitu pula CINTA.
Waktu berkejaran dan terhempas.
Mereka pun akhirnya pelan-pelan pikun.
Merapilah tempat tumpahan perjalanan roh Pangeran dan Perempuan.
Dari cinta, bermula manis, berguncang di tengah, lalu cinta itu terlepas.
Dan diakhiri oleh CiNTA juga.
Pangeran dan Perempuan menebar cinta di ladang merapi.
Ada kegersangan. Ada kesuburan. Ada bermacam-macam rasa dan perbuatan.
Salahkah Merapi membuangnya pada suatu ketika?
Toh segalanya tetap berakhir CINTA.
Yin ada karena Yan dan Yan kuasa menghapus YIn.
Datang dan kembali, begitu saja.
Pencipta tak rela mereka disatukan.
Waktu dibiarkan berakar menjalar,
Agar mereka mendapatkan CINTA terbaiknya.
Ya, Pada suatu ketika..
Cinta muncul,
Kemudian menghamili kehidupan,
Cinta pergi,
Menyisakan Bayi bernama "Cinta" yang akan tumbuh "dewasa"...
Terinspirasi judul Lagu "Pada suatu ketika" Sujiwo Tedjo
Rabu, 27 Juli 2011
"Perempuan Berdebu Vulkanik"
Wajah penuh debu. Entah putih. Entah abu-abu. Bagai Topeng putih Hanoman. Dalam kesunyian, dia berdiri di lantai rumah. Cekam tak terkendali. Hanyut dalam gelap. Hanya puji-puji Gusti Allah. Bumi kembali bergetar. Pintu bersuara ketukan. Dag..Dig..Dug..Jantung mendegup kencang. Tangan terjulur gagang pintu. Dan menyambut Tamu.
“Ijinkanlah aku masuk,” mohon Merapi.
Dia mundur ketakutan. Tak berani menatap. Mata merah Merapi.
“Jangan takut. Aku hanya ingin menghapus abu-abu di wajahmu,” kata Merapi.
Merapi menghampirinya. Dia terduduk, masih menutup mata. Merapi mengangkat kedua tangannya. Merapi meniup abu-abu itu. Merapi sentuh pipinya, hapuskan segala debu. Merapi betulkan rambut tak beraturan. Merapi luruskan dengan jemari. Dia masih terpejam.
“Buka kedua matamu. Ayo bangun. Aku bersihkan dirimu,” ajak Merapi.
Perempuan itu berdiri perlahan. Merapi menuntunnya ke permandian. Merapi guyur air suci ke seluruh tubuhnya. Dingin. Tapi bukan lahar dingin. Segar berhembus di dada perempuan itu. Tubuhnya pun bersih. Merapi hangatkan dengan batik sutera. Kini, perempuan itu tak lagi berdebu vulkanik.
“Sekarang, turunlah dariku. Aku mohon,” ucap Merapi sambil berlutut.
“Biarkan aku meletus-letus bebas. Jangan tunggu aku berhenti. Berjanjilah tuk sabar. Karena semua akan menjadi baik. Aku semburkan materialku beraroma cinta. Nantikan aku di sana, sebab cinta akan bertebaran dan manusia pasti membuka tangan untuk segenap cinta. Dan kau akan menjadi pemenang. Aku pasangkan liontin cinta ini di lehermu. Biar kau selalu ingat nestapa kehilangan cinta akibat angkara murka. Sekali lagi, biarkan aku muntahkan segala isi-isi di perutku. Zat-zat yang tertular karena usia tuaku dan penyakit ulah kaummu,” lanjut Merapi bertutur teduh.
“Tapi..,” sahut ragu perempuan itu.
“Sssttt…jangan mengelak. Ikuti saja kata-kataku. Pegang saja selalu, pedang cintamu,” sela Merapi.
Di antara angin terjang mengencang. Perempuan itu turun dari paha Merapi. Perempuan yang tak lagi berdebu vulkanik. Berjalan dikawal oleh awan-awan panas. Dia tidak mati, apalagi terbakar. Karena dia membawa liontin cinta milik Merapi. Untuk disinarkan ke semua korban bencana.
“Ijinkanlah aku masuk,” mohon Merapi.
Dia mundur ketakutan. Tak berani menatap. Mata merah Merapi.
“Jangan takut. Aku hanya ingin menghapus abu-abu di wajahmu,” kata Merapi.
Merapi menghampirinya. Dia terduduk, masih menutup mata. Merapi mengangkat kedua tangannya. Merapi meniup abu-abu itu. Merapi sentuh pipinya, hapuskan segala debu. Merapi betulkan rambut tak beraturan. Merapi luruskan dengan jemari. Dia masih terpejam.
“Buka kedua matamu. Ayo bangun. Aku bersihkan dirimu,” ajak Merapi.
Perempuan itu berdiri perlahan. Merapi menuntunnya ke permandian. Merapi guyur air suci ke seluruh tubuhnya. Dingin. Tapi bukan lahar dingin. Segar berhembus di dada perempuan itu. Tubuhnya pun bersih. Merapi hangatkan dengan batik sutera. Kini, perempuan itu tak lagi berdebu vulkanik.
“Sekarang, turunlah dariku. Aku mohon,” ucap Merapi sambil berlutut.
“Biarkan aku meletus-letus bebas. Jangan tunggu aku berhenti. Berjanjilah tuk sabar. Karena semua akan menjadi baik. Aku semburkan materialku beraroma cinta. Nantikan aku di sana, sebab cinta akan bertebaran dan manusia pasti membuka tangan untuk segenap cinta. Dan kau akan menjadi pemenang. Aku pasangkan liontin cinta ini di lehermu. Biar kau selalu ingat nestapa kehilangan cinta akibat angkara murka. Sekali lagi, biarkan aku muntahkan segala isi-isi di perutku. Zat-zat yang tertular karena usia tuaku dan penyakit ulah kaummu,” lanjut Merapi bertutur teduh.
“Tapi..,” sahut ragu perempuan itu.
“Sssttt…jangan mengelak. Ikuti saja kata-kataku. Pegang saja selalu, pedang cintamu,” sela Merapi.
Di antara angin terjang mengencang. Perempuan itu turun dari paha Merapi. Perempuan yang tak lagi berdebu vulkanik. Berjalan dikawal oleh awan-awan panas. Dia tidak mati, apalagi terbakar. Karena dia membawa liontin cinta milik Merapi. Untuk disinarkan ke semua korban bencana.
Selasa, 05 Juli 2011
“Cerita Semalam”-Puisi dari 10 Penulis
Tadi Malam
Kita berjumpa
Saling diam
Saling menatap
Tapi…
Hati dan benak berisik sekali,
Rasa tak bisa dikalahkan
Setiap ditahan, semakin meronta,
Akhirnya…
Achh..aku sulit mengungkapkan cerita semalam….
kalian, bayangkan saja…..
By; Me
**************************************
Semalam dalam Cerita
Segala sesuatu, katamu, harus ada alasannya.
aku tidak percaya. tak semua harus punya alasan
atau masuk akal. Kau berkeras bicara dalam diammu
aku berkeras mendebatmu dalam bisuku.
Kita bertahan di pojok masingmasing. ada sesuatu
yang tak terucapkan dalam cerita itu. saling bersambungan
seumpama gelombang cahaya yang berpaut, tanpa pernah
saling memahami. mungkin kita harus belajar untuk
bicara dan membiarkan diam beristirahat?
By: Ge
************************************
Bukankah rasa adalah semacam sesuatu yang
sering tak terlacak oleh indra? Kukira kita,
telah memasang ornamen pemahaman, di
antara tanda titik yang sering menggayuti
udara, sementara punggung kau dan aku,
semakin debur oleh waktu, yang semakin
mengabu. Masih perlukah kalimah, untuk
bahasa sunyi yang semakin riuh, ini?
By: Meliana Indie
******************************
Cinta tak pernah kenal “dejavu” atau sejenisnya,
bila memang Tuhan telah memberi ruang utkku merenggut segala keindahanmu
maka tak ada yg bisa melarangnya,
termasuk diamku dan bisumu.
Dan Semalam tak ada cerita,
ketika bisuku dan diammu dihanyutkan keegoan saja yg kental tak berwarna.
Berapa lama kesunyian itu berlangsung
dan kapan kebekuan itu mencair?
Aku tak pnya jawaban.
By; Bahagya Arbi
**********************************
malam sdh berakhir, tapi kebisuanmu menyiksaku dlm sunyi ini dan perangkap ke egoan masing - masing….:)
By; Ranti Tirta
**********************************
kau tahu aku tak bisa tidur semalam
kau juga tahu diantara dengkuranmu
aku mengendapendap meracuni malam kita
semalam aku bertanya pada bulan sekarat
sampai kapan kau sanggup disisiku
tanyaku tak berjawab malah kau datang mendekap
semalam tak mudah lewat
kita hanya bercawat memandang gelap
setelah berkhalwat
oh dunia!
By; Erick Gafar
********************************
menghadapi malam-malam bersamamu
selalu
berlalu
dengan kelu
tanpa tanya yang kelak dalam pikiran menjadi benalu
dan mulai dari mars nampak di langit barat
ujung-ujung lidah kita bertemu
menjawab tanya yang tak sempat terajukan
tak perlu tanya rasanya
degup debar kita yang harus kita urusi pertama
dan kala venus tampak, tanya mulai tersembul
bersamamu akan berakhir
pertanyaan tentang kita dan ruang antara mulai tumbuh,
atau kita biarkan saja menjadi benalu?
toh saat bertemu seperti malam ini,
lidah kita hanya bersentuhan, untuk debar, bukan untuk kata …
By: Dimas Nur
******************************
kabarnya
semalam bulan hilang
belum sempat kutanyakan
kenapa tak menyapaku
dan kau hanya tersenyum
jemarimu menggenggam
bibirmu
menyentuh tipis telingaku
desahnya membisik
ini bulanmu. dalam genggamku
By; Deasy Maria
********************************
cerita semalam - edisi sakit gigi tanpa edit
Semalam engkau terbangun ketika bulan memucat di puncak malam. Sakit gigi, ketikmu. Sebuah ikon berupa titik titik mengarungi partikel jaringan dan terhenti di layar ponselku.
Apakah itu sebait lagu dangdut atau sebait puisi, tentang luka akibat lubang di gigi yang nyatanya lebih rajam daripada sebuah lubang di jantung, tersebab patah hati. Aku ingin mengirimmu bukan cinta malam ini, tapi semata pil peredam ngilu, tulisku.
Tapi adakah obat yang lebih mujarab untuk luka selain sepotong hati yang digunting dengan mantra dan kecup dari kekasih?
Untuk sakit gigimu, kusenandungkan lagu penghantar tidur. Agar lupa ia akan janji peri gigi, tentang negeri yang manis dan penuh janji.
Sementara hatiku, kutukar ia dengan bait terakhir lagu Meggy Z..
By: Meliana Indie
*******************************
semalam aku diam seribu kata,
tak ada yang keluar dari mulutku,
bibirku kelu,
karena hatiku pilu,
bagai ditusuk benalu
, aku hanya ingin sesaat berlalu dari sisimu
walaupun nantinya ingin selalu bersamamu.
By; Rahmi Hafizah
********************************
Cerita Semalam-Percintaan
semalam hujan membasahi tanah
kita menarik selimut lebih dalam
percintaan ini baru saja dimulai
dua bulan kecil tersembul dari dadamu
mereka tidak susut dimakan erangan dan teriakan
tubuhmu berkeringat membara terengahengah
setiap malam bukan percintaan yang terakhir
benih berlimpah kutitipkan tak pernah kau biarkan hidup
mereka larut dalam air kamar mandi
kita hanya bercawat memandangi hujan yang makin deras
serak suaramu kehabisan katakata
percintaan telah usai
namun dunia semakin kosong
oh dunia!
By: Erick Gaffar
***********************************
Kita berjumpa
Saling diam
Saling menatap
Tapi…
Hati dan benak berisik sekali,
Rasa tak bisa dikalahkan
Setiap ditahan, semakin meronta,
Akhirnya…
Achh..aku sulit mengungkapkan cerita semalam….
kalian, bayangkan saja…..
By; Me
**************************************
Semalam dalam Cerita
Segala sesuatu, katamu, harus ada alasannya.
aku tidak percaya. tak semua harus punya alasan
atau masuk akal. Kau berkeras bicara dalam diammu
aku berkeras mendebatmu dalam bisuku.
Kita bertahan di pojok masingmasing. ada sesuatu
yang tak terucapkan dalam cerita itu. saling bersambungan
seumpama gelombang cahaya yang berpaut, tanpa pernah
saling memahami. mungkin kita harus belajar untuk
bicara dan membiarkan diam beristirahat?
By: Ge
************************************
Bukankah rasa adalah semacam sesuatu yang
sering tak terlacak oleh indra? Kukira kita,
telah memasang ornamen pemahaman, di
antara tanda titik yang sering menggayuti
udara, sementara punggung kau dan aku,
semakin debur oleh waktu, yang semakin
mengabu. Masih perlukah kalimah, untuk
bahasa sunyi yang semakin riuh, ini?
By: Meliana Indie
******************************
Cinta tak pernah kenal “dejavu” atau sejenisnya,
bila memang Tuhan telah memberi ruang utkku merenggut segala keindahanmu
maka tak ada yg bisa melarangnya,
termasuk diamku dan bisumu.
Dan Semalam tak ada cerita,
ketika bisuku dan diammu dihanyutkan keegoan saja yg kental tak berwarna.
Berapa lama kesunyian itu berlangsung
dan kapan kebekuan itu mencair?
Aku tak pnya jawaban.
By; Bahagya Arbi
**********************************
malam sdh berakhir, tapi kebisuanmu menyiksaku dlm sunyi ini dan perangkap ke egoan masing - masing….:)
By; Ranti Tirta
**********************************
kau tahu aku tak bisa tidur semalam
kau juga tahu diantara dengkuranmu
aku mengendapendap meracuni malam kita
semalam aku bertanya pada bulan sekarat
sampai kapan kau sanggup disisiku
tanyaku tak berjawab malah kau datang mendekap
semalam tak mudah lewat
kita hanya bercawat memandang gelap
setelah berkhalwat
oh dunia!
By; Erick Gafar
********************************
menghadapi malam-malam bersamamu
selalu
berlalu
dengan kelu
tanpa tanya yang kelak dalam pikiran menjadi benalu
dan mulai dari mars nampak di langit barat
ujung-ujung lidah kita bertemu
menjawab tanya yang tak sempat terajukan
tak perlu tanya rasanya
degup debar kita yang harus kita urusi pertama
dan kala venus tampak, tanya mulai tersembul
bersamamu akan berakhir
pertanyaan tentang kita dan ruang antara mulai tumbuh,
atau kita biarkan saja menjadi benalu?
toh saat bertemu seperti malam ini,
lidah kita hanya bersentuhan, untuk debar, bukan untuk kata …
By: Dimas Nur
******************************
kabarnya
semalam bulan hilang
belum sempat kutanyakan
kenapa tak menyapaku
dan kau hanya tersenyum
jemarimu menggenggam
bibirmu
menyentuh tipis telingaku
desahnya membisik
ini bulanmu. dalam genggamku
By; Deasy Maria
********************************
cerita semalam - edisi sakit gigi tanpa edit
Semalam engkau terbangun ketika bulan memucat di puncak malam. Sakit gigi, ketikmu. Sebuah ikon berupa titik titik mengarungi partikel jaringan dan terhenti di layar ponselku.
Apakah itu sebait lagu dangdut atau sebait puisi, tentang luka akibat lubang di gigi yang nyatanya lebih rajam daripada sebuah lubang di jantung, tersebab patah hati. Aku ingin mengirimmu bukan cinta malam ini, tapi semata pil peredam ngilu, tulisku.
Tapi adakah obat yang lebih mujarab untuk luka selain sepotong hati yang digunting dengan mantra dan kecup dari kekasih?
Untuk sakit gigimu, kusenandungkan lagu penghantar tidur. Agar lupa ia akan janji peri gigi, tentang negeri yang manis dan penuh janji.
Sementara hatiku, kutukar ia dengan bait terakhir lagu Meggy Z..
By: Meliana Indie
*******************************
semalam aku diam seribu kata,
tak ada yang keluar dari mulutku,
bibirku kelu,
karena hatiku pilu,
bagai ditusuk benalu
, aku hanya ingin sesaat berlalu dari sisimu
walaupun nantinya ingin selalu bersamamu.
By; Rahmi Hafizah
********************************
Cerita Semalam-Percintaan
semalam hujan membasahi tanah
kita menarik selimut lebih dalam
percintaan ini baru saja dimulai
dua bulan kecil tersembul dari dadamu
mereka tidak susut dimakan erangan dan teriakan
tubuhmu berkeringat membara terengahengah
setiap malam bukan percintaan yang terakhir
benih berlimpah kutitipkan tak pernah kau biarkan hidup
mereka larut dalam air kamar mandi
kita hanya bercawat memandangi hujan yang makin deras
serak suaramu kehabisan katakata
percintaan telah usai
namun dunia semakin kosong
oh dunia!
By: Erick Gaffar
***********************************
"Aku Melihatnya"
aku melihatnya. mengendarai kereta kuda silver metalik.
berjalan menuju ke arahku . ah, dia tepat waktu menjemputku.
dan suara kuda lain mengejutkan aku. arrgggh, silver yang berbeda, ternyata…
aku melihatnya. dibanyak toko sepanjang sektor 7.
tersenyum dan melambaikan tangan kearahku.
aku membalasnya.
tiba-tiba semua orang menyumbang tertawa kecil dan berbisik: “Mungkin wanita itu sudah gila”
aku melihatnya. matanya tajam menatapku lekat.
dia tampak ingin segera melumat bibirku.
wajar, rindu ini tlah berjalan panjang.
lalu, udara datang memecah.
Pecah….Habis….
hanya ada angin yang sedang jalan-jalan sore
aku melihatnya. di ruang kamarku. dia membangunkan mimpiku.
mencubit-cubit kaki kananku. bibirnya mendekat di hidungku.
“Bangun dunk, sayang. katanya mau aku antar”
alarm berbunyi. penuh goyangan melodi realita.
ah, dimana dia? please, jangan bilang itu mimpi.
aku melihatnya. di meja makan bundar
menyantap lahap hidangan laut dan sambal dabu-dabu.
dia meminta tambah nasi dan kerupuk.
praanngg, piring di tanganku melompat ke lantai.
aku melongo. kursi masih kosong.
dan tak ada apapun di meja bundar itu.
aku melihatnya. duduk di bangku teras rumahku.
menarik tanganku dan memohon duduk berdempetan di sebelahnya.
tuk berbicara panjang tentang malam yang tak pernah panjang.
klik, lampu neon meredup. langit mengkelam. bulan menunduk.
aku mengantuk tapi tak bisa terpejam. bertanya,’ Apakah matanya masih menerang atau sudah terlelap?”
sekali lagi, langit teras rumahku tak lagi menyimpan candu.
candu yang bukanlah candu biasa.
Tuhan bagaimana ini?
Di pagi, dia membangkitkan pagiku.
Di siang, dia gulingkan roda siangku.
Di malam, dia nina-bobokan malamku
Tuhan bisa bantu aku mengganti sketsa wajahnya dengan wajah yang lain?
Tuhan, dia ada dimana-mana dan di setiap detak. Tangkap dia, Tuhan!
berjalan menuju ke arahku . ah, dia tepat waktu menjemputku.
dan suara kuda lain mengejutkan aku. arrgggh, silver yang berbeda, ternyata…
aku melihatnya. dibanyak toko sepanjang sektor 7.
tersenyum dan melambaikan tangan kearahku.
aku membalasnya.
tiba-tiba semua orang menyumbang tertawa kecil dan berbisik: “Mungkin wanita itu sudah gila”
aku melihatnya. matanya tajam menatapku lekat.
dia tampak ingin segera melumat bibirku.
wajar, rindu ini tlah berjalan panjang.
lalu, udara datang memecah.
Pecah….Habis….
hanya ada angin yang sedang jalan-jalan sore
aku melihatnya. di ruang kamarku. dia membangunkan mimpiku.
mencubit-cubit kaki kananku. bibirnya mendekat di hidungku.
“Bangun dunk, sayang. katanya mau aku antar”
alarm berbunyi. penuh goyangan melodi realita.
ah, dimana dia? please, jangan bilang itu mimpi.
aku melihatnya. di meja makan bundar
menyantap lahap hidangan laut dan sambal dabu-dabu.
dia meminta tambah nasi dan kerupuk.
praanngg, piring di tanganku melompat ke lantai.
aku melongo. kursi masih kosong.
dan tak ada apapun di meja bundar itu.
aku melihatnya. duduk di bangku teras rumahku.
menarik tanganku dan memohon duduk berdempetan di sebelahnya.
tuk berbicara panjang tentang malam yang tak pernah panjang.
klik, lampu neon meredup. langit mengkelam. bulan menunduk.
aku mengantuk tapi tak bisa terpejam. bertanya,’ Apakah matanya masih menerang atau sudah terlelap?”
sekali lagi, langit teras rumahku tak lagi menyimpan candu.
candu yang bukanlah candu biasa.
Tuhan bagaimana ini?
Di pagi, dia membangkitkan pagiku.
Di siang, dia gulingkan roda siangku.
Di malam, dia nina-bobokan malamku
Tuhan bisa bantu aku mengganti sketsa wajahnya dengan wajah yang lain?
Tuhan, dia ada dimana-mana dan di setiap detak. Tangkap dia, Tuhan!
Langganan:
Postingan (Atom)